Minggu, 16 September 2018

Sultanku Payung Negeri

"SULTANKU PAYUNG NEGERI"

Lenguh kaki melangkah ke pelusuk negeri menjumpai saksi bisu semaraknya memiliki payung negeri

Lemas dalam pandangan anak negeri bercelomot tanah demi sesuap nasi, masa kecilnya untuk bermain habis dihukum kemiskinan, tak jauh dari gubuknya berdiri perusahaan gergasi tanpa peduli

Menitis airmata, surau buruk, jalan lapok, guru mengaji entah kemana merantaunya demi anak dan istri, agama hilang, bangsa tinggal kenangan, negeri tinggal sejengkal tangan cukup kelak untuk tanah mengkubur badan

Mana sultanku...mana sultanku...
Sultanku engkaulah payung negeri
Tempat kami bernaung diri dari panasnya kejahatan nafsu dunia yang ingin memah negeri, tanah dijarah, anak negeri ditakut takuti, budaya bangsa dihina dengan tiada segannya

Sultanku payung negeri
Paripada badai manusia durjana yang ingin menguasai pertiwi, tiada hormat dengan tuan negeri, datang dengan sombongnya bersorong dada, berhulu dikampong penghulu, beraja di negeri raja

Sultanku suluh negeri
Daripada kegelapan kebodohan, memberi cahaya penerangan di minda dan hati sehingga bisa membedakan benar dan salah, halal haram, Islam dan syirik.

Sultanku taming negeri
Pelindung dari hasrat serakah manusia yang ingin membunuh bangsa, biar melayu pecah dan berpisah serta bertelingkah sesamanya, mereka tertawa dalam tangisan kita

Sultanku payung negeri
Dengan daulatnya kami ada negeri
Dengan karismanya kami dihargai
Dengan bijaknya kami disanjungi
Dengan kegagahannya kami segani
Dengan tuahnya kami terbela
Dengan kasihnya kami sejahtera.

Sultanku payung negeri
Ialah benteng agama, tempat berpaut diri
mengadu gundah, menyapu airmata
Pengubat luka, penawar sengsara

Sultanku payung negeri
Di bawah naunganya kami merasai teduh
Segar badan menghirup bayunya beragama dan berbangsa

Tapi tanpa Sultanku...
Kami yatim piatu kemana hendak mengadu,
Nahoda tiada bintang, buih atas lautan, baling baling diatas bukit, cemas gulana jiwa hampa agama terlalai, pusaka terabai, bangsa terbengkalai, rakyat berkecai, kemiskinan membawa padah dunia dan akhirat

Arus zaman begitu deras, kami yang kerdil tiada daya untuk membendung, kerana tempat berpaut tiada. Sultanku kami merinduimu.

Dari: Hardiansyah bin abdurrahman
Untuk: Tengku mahkota Indragiri Tengku M A Mahara.
Dibuat: Selasa, Pekanbaru 21 Ogos 2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar